TEMPO.CO, Jakarta - Uang selalu menjadi topik bahasan yang tidak ada akhirnya. Hal ini juga yang kerap ditanyakan pada psikolog. “Klien saya banyak ngobrol soal anak, rumah tangga, tapi ujung-ujungnya adalah uang,” kata Roslina Verauli, psikolog yang biasa disapa Verauli, pekan lalu. (Baca: Makin Intelek Seseorang, Bahasanya Lebih Sederhana)
Menurut Verauli, pertanyaan itu selaras dengan pembahasan buku Psychology Applied to Modern Life-Adjustment in the 21 Century yang menyatakan saat ini uang merupakan sumber masalah psikologis: orang selalu merasa kekurangan uang, terlepas dari berapa pun pendapatan mereka.
Masalahnya, kebanyakan orang bersikap sinis dalam memandang kekayaan. “Kenapa mesti kaya, sih?” kata Verauli, menirukan pertanyaan banyak kliennya. Padahal orang itu sebenarnya tahu jawabannya.
Misalnya, Verauli banyak dihujani pertanyaan seperti berikut ini oleh kliennya yang lajang dan menunda pernikahan: “Siapa yang membiayai pernikahan?”, “Dari mana uang untuk beli rumah setelah menikah?”, dan “Apakah uang saya cukup untuk membiayai sekolah anak?”
Berikutnya: Seperti Apa Mental Miskin itu